Sumber bahan yang penting sehubungan dengan Sriwijaya sebagai pusat pendidikan adalah tulisan mendetail dari penjelajah terkenal Cina yang bernama I-Tsing dimana beliau tinggal di Sriwijaya selama lebih kurang 10 tahun (secara total). Di samping tulisan I-Tsing juga terdapat catatan-catatan dari para penjelajah lainnya dari Cina, India, Arab, dan Persia.
I-Tsing
I-Tsing (635-713) adalah salah satu dari tiga penjelajah yang terkenal dari Cina, kedua pendahulunya adalah Fa-Hsien dan Hsuan-Tsang. Fa-Hsien adalah bhikshu Cina yang pertama kali melakukan perjalanan ziarah ke India, dimana beliau tinggal di sana selama 15 tahun (399 hingga 414). Sementara Hsuan-Tsang tinggal di India selama 17 tahun (629 hingga 645). Sejak usia remaja, I-Tsing berangan-angan untuk berziarah ke India, dan keinginannya terwujud ketika beliau berusia 37 tahun.
Perjalanan I-Tsing ke Indonesia
Saat berumur 37 tahun, I-Tsing berlayar dari Cina (tahun 671) dan mendarat di Fo-Shih. Beliau tinggal selama 6 bulan untuk belajar sabdavidya (tata bahasa Sanskerta), kemudian pergi ke Mo-lo-yeu, yang disebut Shih-li-Fo-Shih dan tinggal di sana selama dua bulan. Kemudian pada awal tahun 672, melalui Ka-cha (Kedah), I-Tsing berangkat ke India, dan tinggal di Nalanda selama 10 tahun.
I-Tsing kemudian kembali ke Mo-lo-yeu pada tahun 685/awal 686, yang menurut catatan beliau ‘sekarang sudah menjadi bagian dari Fo-Shih; banyak daerah di bawah pemerintahan Fo-Shih.’ Catatan I-Tsing ini cocok dengan isi prasasti Kedukan Bukit (683) yang mengatakan bahwa Sri Dapunta Hyang mengadakan pawai kemenangan (jayasiddhayatra) atas ditaklukkannya kerajaan Melayu oleh Sriwijaya.
I-Tsing kemudian tinggal di Sriwijaya selama empat tahun. Tahun 689, I-Tsing mengunjungi Cina selama 3 bulan dan kemudian kembali lagi ke Fo-Shih dan tinggal selama 6 tahun, dan akhirnya kembali ke Cina pada tahun 695.
Catatan Perjalanan I-Tsing
Secara total, I-Tsing tinggal di Indonesia lebih kurang selama 10 tahun. Di dalam tiga buku yang ditulisnya, I-Tsing mengungkap secara detail tentang pengalaman dan pengamatannya selama beliau tinggal di Sriwijaya dan India. Ketiga buku tersebut adalah:
- “Nan-hai-chi-kuei-nai-fa-chu’an,” ditulis tahun 691-692. Buku ini diterjemahkan dari bahasa Cina ke bahasa Inggris “A Record of the Buddhist Religion as Practiced in India and the Malay Archipelago” oleh J. Takakusu tahun 1896.
- “Ta-t’ang-si-yu-ku-fa-kao-seng-ch’uan,” juga ditulis tahun 691-692, diterjemahkan oleh Prof. Chavannes dari bahasa Cina ke bahasa Perancis “Memoire a l’epoque de la grande dynastie Tang sur les religieux eminents qui allerent chercher la Loi dans les pays d’Occident” pada tahun 1894.
- Mulasarvastivada-ekasatakarman, ditulis sekembalinya beliau ke Cina, antara tahun 700-703.
Signifikansi Catatan I-Tsing
Menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Sriwijaya, “Sebagian besar dari peristiwa-peristiwa sejarah Sriwijaya yang kita jumpai, diberitakan oleh sumber sejarah asing, terutama sumber berita Cina dan prasasti-prasasti asli dari zaman Sriwijaya yang ditulis dalam bahasa Sriwijaya, Sanskerta dan Tamil.” Dengan demikian, catatan-catatan dari para penjelajah yang datang ke Sriwijaya menjadi sumber penting yang tak dapat diabaikan.
Beberapa hal menarik yang ditulis I-Tsing dalam bukunya ‘A Record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago’ (diterjemahkan dari bahasa Cina ke bahasa Inggris oleh J. Takakusu), memiliki signifikansi penting. Berikut adalah kutipannya:
- “In the walled city of Fo-Shih, (lived) Buddhist monks number more than 1,000, whose minds are bent on learning and good practice.” (Di kawasan berpagar tembok di Fo-Shih, (tinggal) ribuan bhikshu yang tekun belajar dan beribadah).
- “They investigate and study all the subjects that exist just as in Middle Kingdom (Madhya-desa, India); the rules and ceremonies are not at all different” (Mereka [para bhikshu] mempelajari semua mata kuliah yang diajarkan di India; tata cara dan upacara sama sekali tidak berbeda).
- “If a Chinese monk wishes to go to the West in order to hear (lectures) and read (the original) scriptures, he had better stay here one or two years and practice the proper rules and then proceed to Central India.” (Jika bhikshu dari Cina ingin pergi ke India untuk mendengarkan ajaran-ajaran dan mempelajari kitab-kitab ajaran (asli), sebaiknya ia tinggal di sini (Sriwijaya) selama satu atau dua tahun untuk mempersiapkan dan melatih diri tentang cara-cara/aturan-aturan yang benar sebelum menuju India).