noscript-img

Penelitian Masa Kini

Diskusi mengenai Kawasan Muarajambi tentunya tak dapat dipisahkan dari garis besar penyidikan mengenai sejarah Sriwijaya. Banyak penelitian, hasil riset dan seminar mengenai Sriwijaya, di antaranya:

M.G. Coedès pada tahun 1918 menerbitkan tulisan “Le Royaume de Çrïvijaya.” Satu tahun kemudian, Prof. Krom melakukan hal serupa yang kemudian diikuti oleh Ferrand, tiga tahun kemudian. Sementara itu, sarjana-sarjana lain juga memberikan kontribusi  yang signifikan terhadap berbagai aspek yang berbeda mengenai sejarah Sriwijaya, di antaranya yang cukup menonjol adalah Vogel, W.F. Stutterheim, Mus, J. L. Moens, Roland Braddell, F.D.K. Bosch, F.M. Schnitger, dan dari India adalah R.C. Majumdar dan Nilakanta Sastri. Belakangan ini studi dan penelitian yang intensif dilakukan oleh J.G. de Casparis, Westenenk, O.W.Wolters, P-Y. Manguin dan E. Edwards McKinnon.

Sementara dari Indonesia, penyidikan dan penelitian dipelopori oleh Prof. Dr. Satyawati Suleiman (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Prof. M. Boechari, Prof. Dr. Slamet Muljana, Prof. Dr. R. Soekmono, Prof. Dr. R. P. Soejono, Prof. Dr. Edi Sedyawati (UI), Dr. Endang Sri Hardiati (Ex Director of the Museum National, Jakarta), Prof. Harry Truman Simanjuntak (LIPI), Prof. Dr. Mundardjito (UI), Wanny Rahardjo Wahyudi (UI), R. Wisnu Wijaya, B. S. Dermawan, M. Nazir, Junus Satrio Atmodjo, Prof. Dr. Timbul Haryono (UGM), Dr. Daud Aris Tanudirdjo (UGM), Nurhadi Rangkuti. Penelitian-penelitian lain juga dilakukan oleh Dominik Bonatz, J.D. Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz, Dr. P.J. Ter Keurs, Veronique Degroot, Leonard Y. Andaya dan yang lainnya.

Salah satu seminar yang terakhir digelar adalah Seminar Internasional Kebudayaan Sriwijaya, Kebangkitan Kerajaan Maritim (International Seminar on Srivijaya Civilization, The Awakening of a Maritime Kingdom). Seminar tersebut diadakan di Palembang pada tanggal 15-18 Juli 2008 yang diselenggarakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Sumatra Selatan, yang dihadiri oleh banyak pembicara dan pakar-pakar baik dari dalam maupun luar negeri.

Beberapa temuan dari penelitian masa kini akan dibahas dalam artikel berikutnya.

Penyidikan dan Pertanyaan

Beberapa pertanyaan dan hal menarik yang dapat ditelusuri lebih lanjut adalah:

1. Apa fungsi dari kompleks bangunan yang ada di Kawasan Muarajambi? Dengan arsitektural yang  sangat mirip dengan Nalanda, mungkinkah Kawasan Percandian Muarajambi pada waktu itu juga merupakan pusat pembelajaran (universitas) yang tertua dan terlanggeng di Indonesia?

2. Dari catatan pengunjung, hampir selalu disebut dua tempat persinggahan. Yang pertama tentu pelabuhannya dan kemudian dilanjutkan ke tempat kedua untuk menetap yang agak lama, mungkin Kawasan Muarajambi.

  • Di manakah penjelajah seperti I-Tsing, Wu-hing, Dipamkara Shrijnana pertama kali tiba di lokasi Sriwijaya?
  • Apakah tujuan mereka berikutnya (tujuan utama) adalah “Mo-lo-yeu (Melayu),” yaitu Kawasan Muarajambi di Sungai Batanghari?
  • I-Tsing menulis bahwa pada tahun 671, beliau tiba di Fo-shih (Vijaya, Bhoja/Bhoga) dan tinggal selama enam bulan. Lalu raja memberinya dukungan dan mengirimnya ke negara Mo-lo-yeu, yang sekarang disebut Shi-li-fo-shih (Sriwijaya, Sribhoja, nama ‘negara’) dimana beliau tinggal selama dua bulan. Mungkinkah ini di sekitar Kawasan Muarajambi, atau hulu Sungai Batanghari?

3.  Interpretasi karakter Cina “郭 下” (kuo-shia) dalam buku tulisan I-Tsing:

  • Takakusu menggunakan istilah  “fortified city” untuk menerjemahkan kata “郭 下,” seperti dalam paragraf: “In the fortified city of Fo-Shih, (lived) Buddhist monks number more than 1,000, whose minds are bent on learning and good practice.” (Di kawasan berpagar tembok di Fo-Shih, (tinggal) ribuan biarawan yang tekun belajar dan beribadah).
  • Kata “郭 下” (kuo-shia) memang berarti “kompleks/kawasan.”
  • Oleh O.W. Wolters, “郭 下” (kuo-shia) diterjemahkan sebagai ‘suburbs’ (pinggiran kota) sehingga Wolters cenderung berasumsi bahwa yang dimaksud adalah kawasan Bukit Siguntang. Namun ini kemungkinan besar tidak tepat, karena seperti dibahas sebelumnya. keseluruhan rancangan dan tata letak Kawasan Percandian Muarajambi sangat mirip dengan kompleks arkeologi di Nalanda, dimana para biarawan tinggal di kompleks bangunan “yang dibentengi” atau tertutupi tembok. Lagipula menurut aturan kebhikshuan (Vinaya), para biarawan dan biarawati disarankan untuk tinggal dalam arama (biara) saat mereka tidak bepergian, dan biasanya mereka tidak disarankan tinggal terpencar-pencar. Dengan demikian, kemungkinan besar yang dimaksud oleh I-Tsing dengan istilah “kawasan bertembok” adalah Kawasan Percandian Muarajambi.

Dengan demikian, paling tidak selama empat ratus tahun lebih, sejak abad ke-7 (tahun 671, kedatangan I-Tsing yang pertama di Indonesia) hingga abad ke-11 (tahun 1025 dimana Dipamkara Shrijnana meninggalkan Indonesia setelah belajar selama 12 tahun di Sriwijaya), Kawasan Percandian Muarajambi di Sumatra mungkin merupakan kompleks pusat pembelajaran atau universitas yang tertua dan terlanggeng di Indonesia.

Ajaran-ajaran dari salah satu alumni Muarajambi, yang pernah menjadi dasar agama nasional di suatu kerajaan, sampai sekarang pun masih diajarkan, dipelajari dan dipraktikkan oleh banyak orang di berbagai negara di dunia.

Daftar Pustaka

Acri, Andrea. The Place of Nusantara in the Sanskritic Buddhist Cosmopolis. TRaNS: Trans -Regional and -National Studies of Southeast Asia Vol. 6, No. 2 (July) 2018: 139-166. © Institute for East Asian Studies, Sogang University 2018.

Chattopadhyaya, Alaka (1999). Atisa and Tibet. New Delhi: Motilal Banarsidass Publishers Pvt. Ltd.

Dutt, Sukumar, Ph. D (1962). Buddhist Monks and Monasteries of India – Their History and Their Contribution to Indian Culture. New Delhi: Motilal Banarsidass Publishers Pvt. Ltd.

O.W. Wolters. Restudying Some Chinese Writings on Sriwijaya.

Slamet Muljana, Prof. Dr (2006). Sriwijaya. Yogyakarta: P.T. LKis Pelangi Aksara Yogyakarta.

Sudimuja (2014). Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan. Diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Takakusu, J (1896). A Record of the Buddhist Religion as Practiced in India and the Malay Archipelago. Oxford: Clarendon Press.

Thupten Jinpa (2006). Mind Training: The Great Collection. Boston: Wisdom Publications.

Widiatmoko, Agus. (2015). Situs Muarajambi sebagai Mahavihara Abad ke-7-12 Masehi. Disertasi Ph. D, Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Yi Jing (691-692). Da Tang Xiyu Qiufa Gaoseng Zhuan (Riwayat Biksu-Biksu Agung yang Mengunjungi India dan Negeri-Negeri Tetangga untuk Mencari Ajaran di Masa Dinasti Tang). Taisho Tripitaka 2066.

Yi Jing. Mulasarvastivada-bhaishajya-vastu. Taisho Tripitaka 1448.

Yi Jing (700-703). Mulasarvastivada-ekasatakarman. Taisho Tripitaka 1453.

Yi Jing (691-692). Nanhai Jigui Neifa Zhuan (Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan). Taisho Tripitaka 2125.

  • Berlangganan Milis



  • Powered by WordPress